Berbakti kepada kedua orangtua adalah salah satu kewajiban terbesar bagi seorang anak setelah beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Ini menunjukkan bahwa berbakti kepada orangtua adalah amalan yang tinggi di dalam syariat Islam. Di dalam Al Qur-an, Allah subhanahu wa ta’ala menempatkannya pada posisi kedua setelah perintah beribadah kepada Allah. Allah berfirman,
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Dan Rabbmu telah memerintahkan agar
kalian tidak beribadah kecuali hanya kepada Allah dan hendaklah kalian
berbakti kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya.” (QS. Al Isra`: 23)
Yang demikian dikarenakan jasa kedua orangtua terhadap anak tidak ternilai, terutama jasa seorang ibu.
Jika kita mau memperhatikan bagaimana
susah payahnya seorang ibu mengandung sejak awal sampai sembilan bulan
lamanya, bersabar merawat dan menjaga kandungannya, setelah itu
kepayahan yang sangat dirasakan oleh seorang ibu ketika melahirkan
anaknya, sungguh pengorbanan yang sangat besar. Pengorbanan seorang ibu
berlanjut setelahnya, menyusui sampai dua tahun.
Karena itu, setelah pengorbanan yang besar ini, pantaskah seorang anak durhaka kepadanya? Allah subhanahu wa ta’ala berfirman di dalam Al Quran,
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ
حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ
اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan kami memerintahkan manusia berbuat
baik kepada orangtuanya. Ibunya telah mengandung dalam keadaan lemah
yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah
kepadaKu dan kepada kedua orangtuamu. Hanya kepadaKu-lah engkau
kembali.” (QS. Luqman: 14)
Pantaslah Allah subhanahu wa ta’ala jadikan durhaka kepada kedua orangtua sebagai dosa yang paling besar setelah berbuat kesyirikan, sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan di dalam hadits yang datang dari shahabat Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu. Abu Bakrah mengatakan, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‘Maukah aku kabarkan kepada kalian dosa
yang paling besar?’ (sampai tiga kali). Para sahabat menjawab, ‘Tentu,
wahai Rasulullah’. Beliau menjawab, ‘Melakukan kesyirikan kepada Allah
dan durhaka kepada kedua orang tua’.” [HR. Al Bukhari no. 2654 & 6273 dan Muslim no. 87]
Melontarkan ucapan kotor atau menolak perintah kedua orang tua termasuk kedurhakaan yang dilarang oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Terlebih lagi, jika mencaci keduanya dan merendahkan keduanya sampai membuat keduanya menangis.
Yang demikian itu adalah kedurhakaan
yang akan menghancurkan amalan kebaikan kita dan menggugurkan pahala
yang telah kita kumpulkan. Sebaliknya, kesempatan yang besar bagi siapa
saja yang masih mendapatkan kedua orangtuanya hidup untuk berbakti dan
mencari keridhaan Allah dengan berbuat baik kepada keduanya. Terlebih
lagi, ketika keduanya sudah lanjut usia dan sangat membutuhkan bantuan
anaknya.
Oleh karena itulah kesempatan bagi seorang anak untuk membalas jasa kedua orang tua dan mencari Surga Allah dengannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Celaka! Celaka! Celaka!”.
Para sahabat bertanya, ”Wahai Rasulullah, siapa yang celaka?”.
Rasulullah bersabda, ”Siapa saja yang
mendapatkan kedua orangtuanya atau salah satu dari keduanya masih hidup,
namun ia masuk ke dalam Neraka.” [HR. Al Bukhari di dalam Adabul Mufrad no.21 dari sahabat Abu Hurairah]
Ketahuilah, bagaimana pun seorang anak
berbakti kepada kedua orangtuanya, ia tidak akan dapat membalas jasa
besar orangtua. Seseorang pernah datang kepada Ibnu Umar radhiyallahu
‘anhu dalam keadaan ia telah menggendong ibunya melaksanakan ibadah thawaf. Kemudian ia berkata, ”Wahai Ibnu Umar, apakah engkau melihat aku telah membalas [jasa] ibuku?”
Ibnu Umar menjawab, ”Belum, engkau belum membalasnya, walau satu rintihan ibu ketika melahirkanmu.”
Bukanlah bentuk kebaikan seorang anak
itu menyerahkan tanggung jawab dalam mengurus orang tua kepada orang
lain, bahkan sampai menitipkan mereka ke panti-panti jompo. Tidakkah
kita memperhatikan, sesibuk apapun dan sepayah apapun seorang ibu atau
ayah di dalam mengurus anaknya, tidak ada yang tega menyerahkan tanggung
jawab dalam mengurusnya kepada orang lain, kecuali orang sudah hilang
rasa kasih sayangnya dan itu pun sangat sedikit.
Lalu apakah kita pantas menyerahkan
tanggung jawab mengurus keduanya setelah keduanya lanjut usia kepada
orang lain? Kalau seandainya setiap kita memahami keutamaan berbakti
kepada orangtua sebagai amalan yang besar, tidak akan ada dari kita,
kaum muslimin, yang menelantarkan orangtua mereka dan menyia-nyiakan
ibadah yang agung ini. Sampai-sampai Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada seseorang,
“Maukah engkau dijauhkan dari api Neraka dan dimasukkan ke dalam Surga?”.
Ia menjawab, ”Ya demi Allah.”
Lalu Ibnu Umar bertanya, ”Apakah orang tuamu masih hidup?”.
Dia menjawab, ”Saya memiliki ibu.”
Berkata Ibnu Umar, ”Demi Allah, kalau
seandainya engkau berucap lemah lembut kepada keduanya, memberikan
makan, sungguh kamu akan masuk ke dalam Surga selama kamu meninggalkan
dosa besar.”
Lihatlah! Nasihat yang sangat berharga dari seorang shahabat mulia Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu. Beliau memberikan dorongan kepada kaum muslimin agar memperhatikan amalan yang agung ini. Allah subhanahu wa ta’ala
mempersiapkan Surga bagi setiap kaum muslimin yang senantiasa
melaksanakan syariatNya, berbakti kepada kedua orang tuanya, menjaga
keduanya, dan berbuat baik kepada keduanya. Semoga kita termasuk dari
golongan mereka. Aamiin.
Sumber: Buletin Jum’at Dakwah Islam, No. 44, Tahun ke-2, 6 Rabi’ul Awwal 1437 H/ 18 Desember 2015 M.